KAJIAN DAN DISKUSIKOMISI I DEWAN LEGISLATIF MAHASISWAUNIVERSITAS SILIWANGIPERIODE 2016
“Sistem Pemerintahan Mahasiswa dengan
Konsep Trias Politica dan Problematika Organisasi Mahasiswa di Lingkungan
Universitas Siliwangi”
A.
Pendahuluan Sistem Pemerintahan
Pemerintahan
Mahasiswa merupakan miniatur pemerintahan dalam suatu negara. Dengan menjiplak
sistem Demokrasi ala trias politica seharusnya lembaga pemerintahan mahasiswa
terdiri dari tiga elemen yaitu : eksekutif, legislatif dan yudikatif. Begitulah
tren pergerakan mahasiswa sekarang yang menyebut dirinya tergabung dalam
pemerintahan mahasiswa.
Akan tetapi, tahukah
anda darimana asal mula sistem pemerintahan mahasiswa ini? Mari kita cermati
bersama berdasarkan hasil analisis. Kenapa ada dua penamaan lembaga yang
fungsinya hampir sama dalam menjalankan fungsi pemerintahan mahasiswa? Kedua
nama lembaga tersebut adalah Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa.
Yang pertama adalah
Dewan Mahasiswa. Dewan Mahasiswa merupakan organisasi lembaga pemerintahan
mahasiswa yang menjalankan fungsi eksekutif . Sementara fungsi legislatifnya
dijalankan oleh Majelis Mahasiswa. Dewan Mahasiswa terbentuk karena mahasiswa
resah dengan permasalahan Bangsa Indonesia pada masa orde lama. Di samping
memang sudah terdapat Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus lainnya pada saat itu
seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia (GMNI), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), FMN (Forum
Mahasiswa Nasional), ataupun Gerakan Mahasiswa lainnya yang berlandaskan
Ideologi yang bergerak dan peduli untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini.
Selanjutnya Senat
Mahasiswa, penamaan Senat Mahasiswa ini muncul ketika terjadi NKK/BKK
(Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kegiatan Kemahasiswaan) yang
mulai diterapkan pada tahun 1979. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
aktivitas politik praktis yang terjadi dalam kehidupan kampus (internal kampus).
Selain penamaan, Pemerintah orde baru pada saat itu melarang mahasiswa untuk
menerapkan sistem pemerintahan mahasiswa seperti halnya pada sistem yang
diterapkan pada Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa. Sistem senat mahasiswa
disini ditujukan untuk membatasi aktivitas mahasiswa dalam pengkritisan
kebijakan dengan meminimalisir jumlah aktivis secara struktural karena setiap
pejabat senat harus berasal dari ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan
atau ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Pelaksanaan sistem senat ini
dilakukan sejak 1979 sampai dengan menjelang masa reformasi. Akan tetapi,
Mahasiswa UGM menolak sehingga masih saja menggunakan sistem pemerintahan
mahasiswa walaupun menggunakan penamaan senat.
Dan kemudian nama
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pun tercetus pasca reformasi 1998, ini adalah
sebuah harapan baru ketika pemerintah Republik Indonesia tidak lagi otoriter
dan tidak tidak lagi mengekang mahasiswa. BEM menjalankan fungsi eksekutif dan
fungsi legislatif dijalankan oleh DLM (Dewan Legislatif Mahasiswa) atau DPM
(Dewan Perwakilan Mahasiswa). BEM menjalankan fungsi eksekutifnya berlandaskan
Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan (Pengajaran), Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat. Ditambah dengan tugasnya untuk mengikat tali persaudaraan
seluruh Mahasiswa di Perguruan Tinggi / Universitas tempatnya bernaung.
Sebenarnya memang,
idealnya Lembaga Pemerintahan ini dilengkapi dengan lembaga yudikatif yang
ditujukan untuk menyeimbangkan tugas lembaga eksekutif dan lembaga legislatif.
Walaupun setelah di lihat belum ada mahasiswa yang bisa menjalankan
ketiga fungsi lembaga trias politica ini secara optimal dan kebanyakan
hanya cenderung didominasi oleh eksekutifnya saja.
Akan tetapi, yang
terpenting adalah Bagaimana kemudian harus terdapat mahasiswa-mahasiswa yang
peduli dengan permasalahan kampus dan bangsa ini yang semakin pelik ini. Fungsi
Pencerdasan, Penjagaan Nilai-Nilai Moral kebaikan, Advokasi, Persatuan
Mahasiswa dan Pengabdian Masyarakat seharusnya bisa terlaksana dengan baik oleh
setiap lembaga pemerintahan mahasiswa.
Cerminan dari sistem
pemerintahan yang nyata dinegara Indonesia mengadopsi utuh pemikiran filsuf
Prancis, Montesqiue yang hidup diabad 17, dimana negara haruslah menempatkan
kekuasaan dengan cara pembagian agar menghindari kesewenangan yang merugikan
hak-hak masyarakat, hal tersebut dilatarbelakangi dengan revolusi Prancis yang
memang tidak pernah ada sistem pembagian kekuasaan seperti itu dan kita
mahasiswa mengenalnya sebagai Trias Politica: Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif bahkan dalam perlajanannya hal tersebut sudah dirombak dengan
ditambahnya bagian Eksaminatif yang berfungsi sebagai pemantau kinerja
pemerintahan layaknya Badan Pemeriksa Keuangan.
Dan dalam Student
Goverment (baca: pemerintahan mahasiswa) hal tersebut juga diadopsi dengan cara
yang nyaris sama sehingga mengesankan bahwa ada negara mahasiswa yang berdaulat
didalam negara ini. Sistem pemerintahan mahasiswa yang ada saat ini khususnya
di Universitas Siliwangi sama dengan sistem yang menyerupai trias politica
minus yudikatif dinegara muncul disaat pemerintah dengan garangnya memberantas
sistem pemerintahan kolektif mahasiswa dengan nama Dewan Mahasiswa lalu
memperkenalkan sistem student goverment untuk selanjutnya kita kenal dengan Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM)/Dewan Perwakilan
Mahasiswa (DPM) yang mewakili legislatif. Tidak masalah memang untuk hal satu
ini, namun yang perlu dicermati adalah apakah sistem tersebut masih relevan dan
“diperbolehkan” dengan keadaan dan gaya perjuangan mahasiswa sekarang. Reformasi
di negara Indonesia sudah menunjukkan bahwa sistem dengan gaya lama (baca: orde
baru) harus diganti dengan sebuah sistem yang adil dan demokratis dengan
dihilangkannya lembaga tertinggi dinegara ini, mengapa hal tersebut harus
dilakukan, karena dalam menjalankan prinsip sebuah negara demokrasi maka
keadaan didalamnya tidak mengenal subordinasi sistem kepemimpinan dan wewenang
hal tersebut bertujuan untuk menghindari absolutisme kewenangan dari masing
lembaga tertinggi tersebut. Didunia pemerintahan mahasiswa, khususnya di Universitas
Siliwangi hal tersebut masih belum dapat terealisasi dengan baik, walaupun tiap
lembaga sudah bisa memainkan perannya agar tercipta cheks and ballences antara
legislatif dan eksekutif. Namun apakah hal tersebut itu cocok dengan kondisi
nyata atas dasar kebutuhan demokrasi di universitas ini.
Wewenang tertinggi
sebagai otorisasi kebijakan dinegara UNSIL ini dipegang oleh MAM yang merupakan
bagian dari sistem bikameral yang dimana bagian dalam legislatif dibagi dalam
dua sistem terpisah dan mempunyai kekuatan keputusan yang berbeda pula (dua
kamar) yang mana hal tersebut menjadi paradoks saat ini, demikian kiranya jika
masih ada lembaga tertinggi dalam suatu negara maka hal tersebut sangat sulit
mengembangkan sistem negara hukum yang ideal, dalam arti jika masih ada lembaga
tertinggi maka kiranya seluruh keputusan tersebut bisa dikategorikan layaknya
keputusan politik (mahasiswa) belaka. Pun benar jika segenap pemangku kebijakan
pemerintahan mahasiswa di Unila baik itu Eksekutif dengan Presiden dan
Legislatif dengan DLM/DPM dan MAM-nya sudah meramu hal tersebut maka sebuah
keniscayaan hal tersebut akan sia-sia saja jika dalam pelaksanaanya tidak
mengamandemen secara utuh dibidang pembagian kekuasaan tersebut. Jika kita sadari
dalam konteks pelaksanaan student goverment mahasiswa saat ini dapat ditarik
sebuah pelajaran yang berharga dengan memakai sarana demokrasi yang bersih
yaitu niatan untuk menghasilkan keteraturan sistem hukum dan pemerintahan,
namun yang paling penting dalam hal ini adalah perlunya amandemen yang bermutu
serta revolusioner agar dapat terciptanya atmosfer politik mahasiswa yang sehat
dan berdemokrasi tinggi di Universitas Siliwangi.
Pembagian kekuasaan
amat penting di pemerintahan mahasiswa, mengapa demikian? Dalam dunia nyata
dinegara Indonesia, hal yang demikian terjadi di pemerintahan mahasiswa UNSIL
sudah pernah terjadi dan hasilnya adalah sebuah tidak teraturan asas.
Ketidakteraturan asas itu dimaksudkan dengan kacaunya pembagian wewenang antar
lembaga negara, hal tersebut dapat dibuktikan dengan rancunya pada saat itu
wewenang yang harus dibagi. Ditambah dengan belum lengkapnya perangkat negara
untuk mengatur hal tersebut, belum ada tempat yang terpisah untuk membagi
kekuasaan di Negara UNSIL, bahkan untuk hal yang sangat penting seperti audit
keuangan eksekutif, perannya masih dimainkan oleh legislatif. Karena sejatinya
negara diatur dalam satu kesisteman yang multidinamis dan tidak memberikan satu
kekuasaan amat besar terhadap satu lembaga saja, absolutisme hukum yang dominan
akan menimbulkan sebuah masalah baru yang jika dalam mencari sebuah alasan dari
hal tersebut akan kembali pada keputusan yang dibuat dengan tidak berdasarkan
pada regulasi positif.
Konstitusi UNSIL
memang tidak mengatur secara detail atas semua ketentuan pelaksanaan
pemerintahan tersebut. Dan seharusnya hal tersebut diatur dalam keputusan yang
bersifat rigid yang mutlak agar tercipta kepastian hukum. Ide tentang
pelaksanaan konstitusi UNSIL dewasa ini masih memberikan ruang pada ketidak demokrasian
yang bisa arahkan pada sistem kepemimpinan yang tidak sehat dan tentunya tidak
sampai pada tujuan demokrasi. Hal tersebut jelas tersirat dalam keadaan
pelaksanaan pemerintahan, tugas pokok legislatif mahasiswa hanya tercakup pada
evaluasi kontrol yang tidak dapat memberikan pengaruh yang intens terhadap
perkembangan kinerja eksekutif dan kemudian yang menjadi masalah adalah pihak
legislasi belum prnah/tidak pernah mau bersusah payah menegakkan regulasi
perundang-undangan mahasiswa karena masih ada senjata pemungkas yang tertinggi
didalamnya yaitu TAP MAM yang instan dan ampuh.
Sistem Pemerintah
Ideal Yang diharapkan dari kepemerintahan ideal adalah terwujudnya pemerintahan
yang demokratis, sehat dan dinamis. Hal yang sama seperti yang saya ucapkan
diatas adalah metode pelaksanaanya. Jika memang dalam tingkat peraturan
tertinggi telah memberi celah untuk melaksanakannya maka itu adalah amanah
konstitusi dan juga yang harus diperhatikan juga bahwa amanah tersebut juga
bisa memberikan solusi yang tidak sehat dalam pelaksanaanya dan hal tersebut
tidak hanya khusus ada di student goverment. Hans Kelsen, dalam teorinya
tentang hierarki perundang-undangannya menyatakan bahwa norma tertinggi dalam
pelaksanaan sebuah negara berdaulat adalah Undang-Undang Dasar yang acapkali
kita dinegara UNSIL ini menyebutnya sebagai Konstitusi Mahasiswa dan
dilanjutkan dengan Undang-Undang sampai pada peraturan yang paling akhir yaitu
Peraturan Daerah.
Pandangan ini
bertahan dan diadopsi bertahun-tahun oleh negara demokrasi didunia, era Orde
baru menolak gagasan ini beserta demokrasinya, dan uniknya Pemerintahan
Mahasiswa UNSIL tidak begitu memahami dan mengerti akan pentingnya hal tersebut.
Solusi pada akhirnya tetaplah dikembalikan pada kebijakan lembaga yang mengaturnya,
jika pihak eksekutif dalam hal ini dipegang oleh Presiden Mahasiswa mulai bisa
menggerakkannya dengan sebuah usulan terhadap kemungkinan terjadinya Amandemen
maka hal tersebut sangatlah berpengaruh atas desakan tersebut. Karena jika
dilihat masalah ini mulai mengakar dan semakin lama membuat negara ini menjadi
negara mahasiswa dengan tidak adanya peraturan pasti (undang-undang) untuk
menjamin hak kemahasiswaan, peraturan itu menjadi seolah-olah ada dan menjadi
pelengkap masa jabatan saja, namun tidak dijabarkan secara detail. Sampai pada
saat dimana pemerintahan daerah yang diwakili oleh Fakultas tidak bisa lagi
dijamah oleh regulasi karena memang tidak ada arahan untuk membatasi kekuasaan
tersebut, sudah benarkah trias politica dinegara UNSIL ini.
Penutup Pemerintahan
Mahasiswa (studen goverment) mempunya tugas membentuk watak demokrasi
mahasiswa, dalam menjalankan hal tersebut perlu didasari oleh sebuah sistem
yang sehat serta demokratis pula, bervisi dan jelas dalam arahannya. Arahan
untuk menyempurnakan Konstitusi dan memberikan ruang pada Trias Politica di
UNSIL adalah solusi tetap tanpa banding karena itu menyangkut sebuah citra dan
keberlanjutan pergerakan mahasiswa. Lembaga yang tidak seimbang seperti yang
dilaksanakan dewasa ini adalah cerminan ketidaksehatan tersebut dan itu harus
diakhir. Check and Ballances harus dilaksanakan. Karena jika dilihat sudah
saatnya mahasiswa yang progresif memandang hal ini sebagai sebuah keadaan yang
tidak layak lagi untuk diperhatikan, semoga.
B.
Pemahaman Konsep
Trias Politica
Kekuasaan
Legislatif adalah kekuasaan yang sifatnya memberikan legislasi terhadap
kekuasaan eksekutif. Produk yang dihasilkannya adalah produk hukum dan
perundangan yang berisi rambu-rambu yang harus diikuti oleh eksekutif dalam menjalankan
roda pemerintahan. Pos ini juga sekaligus memberikan fungsi kontrol terhadap
jalannya proses hingga lahirnya kebijakan publik. Dalam sistem demokrasi tak
langsung, maka lembaga legislatif ini ditempati oleh federasi atau representasi
(perwakilan) dari tiap segmen/distrik publik yang ada yang terbagi secara
geopolitis. Akibatnya, pos kekuasaan inilah yang secara langsung berhubungan
dengan publik, yang dapat diimplementasikan dalam mekanisme recall, pertanggungjawaban
di tingkat distrik, dan sebagainya. Jadi, dalam hal ini tiap elemen
representatif lembaga legislatif harus memiliki kejelasan entitas yang diwakilinya.
Dengan perkataan lain, tiap anggota dalam kelembagaan legislatif harus jelas
mewakili segmen publik tertentu, sehingga publik mengetahui siapa yang
mewakilinya di tingkat kelembagaan pusat. Dalam praktiknya, harus dijamini
adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat oleh setiap entitas publik, untuk
kemudian nantinya dalam pengambilan keputusan, semua perbedaan tersebut
dimoderasi dengan musyawarah (untuk mencapai mufakat atau aklamasi) ataupun
voting, referendum, sebagai cara untuk mengumpulkan suara terbanyak yang
menentukan sikap publik secara keseluruhan.
Kekuasaan
Eksekutif merupakan pos kekuasaan yang mengeluarkan berbagai kebijakan
yang akan berkenaan dengan publik secara langsung atau tak langsung, di bidang
sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Pos inilah yang menentukan
segala kebijakan sistem berdasarkan amanah yang disampaikan oleh kekuasaan
legislatif. Adalah proses lahirnya segala kebijakan publik ini, legislatif
harus memiliki akuntabilitas yang konkrit terhadap eksekutif.
Dengan kata
lain, legislatif memiliki hak-hak untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap
proses kelahiran suatu kebijakan yang dilakukan oleh eksekutif. Di sini, secara
legal formal, legislatif menjadi mitra tanding (baca: oposisi) dari kekuasaan
eksekutif.
Kekuasaan
Yudikatif merupakan kekuasaan yang menjadi tulang punggung dari setiap
roda demokratisasi pemerintahan, karena ia menjadi kekuasaan kehakiman
tertinggi yang menentukan apakah kebenaran yang dianut oleh sistem tersebut
ditegakkan oleh sistem tersebut. Pos kekuasaan yudikatif memiliki hak uji
material dari setiap kebijakan publik yang dihasilkan oleh eksekutif
berdasarkan legalitas yang diberikan oleh kekuasaan legislatif. Demi tegaknya
supremasi hukum, maka pada praktiknya, kekuasaan yudikatif tidak boleh pandang
bulu dalam menerapkan hukum yang ada. Dari sini, diharapkan tercipta suatu
keadaan yang seadil-adilnya bagi sistem tersebut.
C.
Apasih Badan Eksekutif ???
Nah kawan-kawan, saya akan berbicara
untuk saat ini mengenai eksekutif. Mungkin karena sudah sedikit faham tentang
eksekutif dari beberapa tulisan-tulisan kawan-kawan mahasiswa dari universitas
lain, pengalaman dan artikel-artikel yang saya baca saat saya sedang berada dalam
kelembagaan eksekutif.
BADAN
EKSEKUTIF
Badan
eksekutif biasanya dalam negara-negara demokratis (seperti negara kita, hehehe)
terdiri dari Presiden dan para mentri. Jumlah anggota Badan Eksekuti juga harus
lebih kecil dari lembaga legislatif, coba sekarang teman-teman hitung, apakah
jumlah anggota DEM lebih sedikit dari DLM ???. mengapa jumlah anggota DEM harus
lebih sedikit, itu dikarenakan Eksekutif dalam tradisi demokrasi “hanya”
bertugas melaksanakan ketetapan-ketetapan yang sudah disepakati oleh legislatif
(DLM). Jadi dengan jumlah yang lebih sedikit itu, diharapkan legislatif dapat
mengkontrol apabila eksekutif melakukan kesalahan. Dalam menjalankan tugasnya,
diharapkan badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil dan ahli
serta terpenuhi berbagai macam fasilitas pendukung. Di UGM misalnya, untuk
merekrut anggota BEM yang dikita namanya DEM itu seperti
layaknya audisi indonesian idol, jadi bukan asal pilih.
Anggota DEM
diharapkan merupakan orang-orang yang berdedikasi dan berkompeten untuk
menjalankan roda pemerintahan di kampus. Sedangkan, apabila ketua DEM (Presma) melakukan kesalahan maka DLM berhak untuk
memberhentikanya saat itu juga dengan mekanisme musyawarah mufakat di internal
DLM (sekali lagi saya tekankan, anggota DEM tidak terlibat) karena
sudah ada dalam Pedoman Organisasi Kemahasiswaannya. Nah, apabila para menteri yang melakukan kesalahan, pejabat ketua DEM (Presma) berhak untuk memecat atau menggantinya, dalam ilmu
politik dikenal dengan istilah Reshuffle Kabinet. Sehingga semua roda
pemerintahan benar-benar terkontrol, tidak ada satupun lembaga atau badan yang
mendominasi atau otoriter.
WEWENANG
BADAN EKSEKUTIF
Berdasarkan
konsep yang dijelaskan dalam kitab ilmu politik berjudul “Modern Political
Constitutions”, halaman 233-234, dijelaskan bahwa Badan Eksekutif memiliki 5
wewenang, yaitu:
1. Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan segala ketetapan, dan
peraturan yang dibuat oleh legislatif (DLM).
2. Menyusun “rancangan” aturan untuk diajukan kepada legislatif, misalnya
DEM berhak mengusulkan “rancangan” anggaran dan pendapatan yang diajukan kepada
DLM untuk disahkan. Disini, kedudukan DEM hanya mengajukan rancangan BUKAN
mengesahkan. Namun, yang saya alami dulu, justru DEM itu sendiri yang
mengesahkan, sehingga DLM terasa tidak bermanfaat. Karena kondisi saat itu, kondisi DLM saat itu “kacau balau”, saya
protes pun akan percuma, sehingga saya hanya diam tersenyum
saja.
3. Security, berdasarkan kitab ilmu politik berjudul “Modern Political
Constitutions”, badan eksekutif memiliki kekuasaan untuk mengatur keamanan.
Oleh sebab itulah, makanya dibuatlah yang namanya Menwa (Resimen Mahasiswa).
Maksudnya adalah untuk menjaga keamanan mahasiswa ketika sedang beraktifitas di
dalam kampus (bukan di luar kampus). Ketua Menwa seharusnya menjadi Mentri Keamanan/Pertahanan bagi DEM. Namun, yang terjadi di UNSIL, Ketua UKM
Menwa menjadi pejabat yang terpisah dengan DEM. Jadi, jangan heran apabila
Menwa dan DEM jarang berada pada jalur kordinasi yang serah.
4. Kuasa Hukum, kalau dalam pemerintahan nyata, Presiden bisa memberikan
grasi atau amnesti kepada rakyatnya yang bersalah. Namun dalam konteks
kemahasiswaan, kekuasaan ini belum pernah ada.
Karena memang pola nya yang berbeda. Jadi yang berhak untuk
memberikannya adalah Pihak Rektorat.
5. Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk untuk menyelenggarakan hubungan
diplomasi dengan DEM di kampus lain. Di Indonesia sebenarnya ada organisasi
yang mewadahi ini, yang dikenal dengan BEM-SI (BEM se-Indonesia) dan BEM-Nus
(BEM se-Nusantara).
Perlu
diketahui, Eksekutif dan Demokrasi adalah variabel yang sangat berbeda.
Macam-macam Badan Eksekutif Berdasarkan kitab ilmu politik belanda yang juga
digunakan oleh banyak negara di dunia termasuk negara kita Indonesia, yang
berjudulHandboek van het Nederlandse staatsrecht, halaman
310. Disebutkan bahwa Badan Eksekutif itu ada dua macam.
Pertama, sistem parlementer. Dan yang kedua, sistem
presidensial. Untuk yang terjadi saat ini di UNSIL, menurut analisis saya
tampaknya DEM UNSIL menerapkan sistem parlementer karena semua mahasiswa UNSIL
tidak ikut memilih ketua atau presidenya, yang memilih hanya anggota DLM dan
DEM (meskipun sebenarnya anggota DEM tidak boleh ikut memilih).
D.
Sistem Parlementer dan Sistem Presidensial dalam Penerapannya
di UNSIL
SISTEM PARLEMENTER (PARLIAMENTARY
EXECUTIVE)
Dalam sistem
ini, badan eksekutif dan legislatif sangat tergantung satu sama lain.
Menteri-menteri yang ada dalam kabinet di badan eksekutif, bisa dipecat dan
diganti oleh legislatif (DLM). Karena dalam sistem ini, eksekutif bertanggung
jawab kepada parlemen.
Sehingga,
kepengurusan ini disebut kabinet parlementer. Untuk yang saya ketahui,
tampaknya kampus-kampus di Indonesia jarang ada yang menggunakan sistem ini.
Karena suatu saat, menteri-menteri, atau anggota DEM bisa diganti kapan saja menurut
kehendak DLM. Dalam sistem ini ketua DEM (Presma) “hanya” dipilih oleh DLM saja. Tidak ada lembaga lain
yang ikut memilih. Namun, yang lucu dengan kampus UNSIL adalah, seperti menggunakan sistem ini, anggota BEMF dan UKM juga ikut memilih, dan keslahan itu semakin
diperparah oleh jumlah anggota BEMF dan UKM
yang lebih banyak dari legislatif (DLM). Sehingga yang terjadi adalah pemilihan
itu ibarat memilih ketua kelas, yang kekuasaanya sangat absolut hanya di
eksekutif saja.
Legislatif
hanya menjadi anggota sidang yang tidak bisa mengkontrol BEMF dan UKM layaknya pemerintahan yang demokratis. Jangan heran,
apabila DLM seperti macan ompong yang tidak punya kekuasaan terhadap BEMF dan
UKM Ketika MAM. Padahal kalau dalam sistem parlementer, DLM punya otoritas yang
sangat kuat.
SISTEM
PRESIDENSIAL
Sistem ini
dirasa sistem yang paling populer di seluruh dunia. Termasuk Indonesia juga
menggunakan sistem ini. Dan UNSIL juga seakan menggunakan system ini. Oleh sebab itu, bagi kampus-kampus yang menggunakan
sistem ini, mereka menyebut pemimpin DEM/BEM tidak dengan sebutan “Ketua BEM (DEM)” (seperti sebagaimana yang terjadi di UNSIL). Melainkan mereka menyebut pemimpin DEM mereka dengan
sebutan “Presiden Mahasiswa”.
Dari sumber
yang sama dengan pembahasan sebelumnya, Berdasarkan kitab ilmu politik belanda
yang juga digunakan oleh banyak negara di dunia termasuk negara kita Indonesia,
yang berjudul Handboek van het Nederlandse staatsrecht, halaman 259-261.
Dijelaskan bahwa dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif DEM tidak
bergantung pada legislatif (DLM). Sehingga presiden mahasiswa dipilih secara
langsung oleh seluruh mahasiswa di kampus tersebut, layaknya di negara kita,
Presiden dipilih berdasarkan pemilu presiden yang tersendiri (memiliki badan
penyelenggara pemilihan umum mahasiswa).
Di berbagai
kampus seperti UGM menyebut event besar setahun sekali ini disebut dengan
Pemira (Pemilihan Raya). Disebut raya, karena melibatkan semua mahasiswa,
sehingga popularitas presiden mahasiswa memang benar-benar teruji. Pemilihan
juga melibatkan panitian BUKAN dari anggota BEMF dan UKM. Melainkan direkrut oleh lembaga khusus, yang sering
dikenal dengan nama KPU (Komisi Pemilihan Umum). KPU ini hanya hidup menjelang
Pemira saja, setelah itu lembaga ini dibubarkan. Dan dibentuk lagi setahun
berikutnya, ketika akan dilakukan pemira.
Sehingga, kualitas dari kepanitiaan
memang benar-benar fokus hanya untuk memilih presiden mahasiswa. Untuk
mengajukan calon presiden juga tidak boleh sembarang orang, calon presiden
mahasiswa seperti di UGM diajukan oleh partai-partai politik mahasiswa. Partai
itu dibentuk oleh Legislatif Fakultas atau Komunitas mahasiswa tersebut,
sehingga calon yang diajukan memang benar-benar sesuai dengan aspirasi
mahasiswa tingkat fakultas atau bahkan HMJ. Dan seharusnya ketua DLM bukan
dipilih sebagimana saat ini, seharusnya ketua DLM dipilih pada semua perwakilan
Mahasiswa Jurusan dan UKM berkumpul di DLM, barulah disitu dipilih Ketua DLM
sebagimana yang terjadi di Indonesia. Mungkin kalau berbicara teknis akan
sangat panjang untuk di paparkan, yang penting kawan-kawan faham maksud dari
apa yang saya sampaikan.
Nah, dari berbagai paparan yang sudah
saya sampaikan, memang belum semuanya seperti system federasi (Negara bagian) dan lain
sebagianya. Kenapa di UNSIL dalam masalah aturan, hukukm, kebijakan,
undang-undang tidak begitu mengerti??? Karena tidak adanya faultas hokum yang
memberikan argument, gagasan, pembenaran terhadap masalah tersebut. Jadi untuk
saat ini kita akan memulai untuk membenahi UNSIL ke depannya, dengan Motto
yaitu “BAPER (PEMBAWA PERUBAHAN)”.
Semoga bermanfaat untuk memperkenalkan sistem pemerintahan
yang demokratis kepada kawan-kawan. Saya mohon maaf apabila ada khilaf, kata-kata yang kurang berkenan, pemahaman berbeda, sudut pandang lain, pemikiran lain,
ketidaksepahaman, karena perbedaan ada bukan untuk saling menjatuhkan. Tapi
untuk saling melengkapi satu sama lain.
SALAM
PERGERAKAN !!!
GENERASI
BAPER 2016 (PEMBAWA PERUBAHAN UNTUK UNSIL SEMAKIN MAJU…
About Unknown
Dewan Legislatif Mahasiswa Universitas Siliwangi adalah Organisasi Mahasiswa tertinggi dilingkungan Universitas Siliwangi
0 komentar:
Posting Komentar